PANCADARMA
“Apakah yang kulakukan ini ada gunanya?”
“Apakah masa depan yang kudapatkan akan baik jika aku selalu bekerja keras?”
Kedua pertanyaan itu kerap sekali berkecamuk ketika aku tengah jenuh dengan segalanya. Seperti saat tugas tugas menumpuk dan peraturan mengekang yang membuatku tak bisa bernafas dengan tenang, dan hari ini aku menemukan jawabannya.
Namaku Panca, sebuah nama bermakna pemberian dari orang tuaku, umurku sekarang 17 tahun, aku dilahirkan di kota yang ramah nan asri, orang orang sering menyebutnya bumi sukowati, sekarang aku menginjak kelas 3 SMA dan aku bersekolah di salah satu pesantren terbesar di kota ini.
**************************************************************************
Pagi ini aku bersekolah seperti biasa, hari ini adalah hari senin, hari yang paling menjengkelkan bagiku, dimana terdapat benyak sekali pelajaran rumit dan guru guru yang biasa memberi banyak tugas, aku terpaksa buru buru datang ke sekolah untuk mengerjakan tugas matematika yang belum selesai kukerjakan.
Sesampainya di kelas aku langsung disapa oleh Dian, sahabat karibku saat di pesantren yang kebetulan kami satu jurusan dan satu kelas.
“Kamu kenapa Panca kok keliatan bingung?” Tanya Dian
“Aku belum mengerjakan tugas matematika” Jawabku
“Butuh bantuan?” tawarnya dengan nada merehkan
“Kamu meragukanku?” balasku sambil tersenyum
“Tidak aku hanya ingin membantumu, karena aku tau kamu terlalu sibuk dengan tugas pondokmu dan kamu juga lebih mementingkannya daripada urusan pribadimu, jadi siapa tau kamu butuh bantuan?” jelasnya
“Itu adalah kewajiban dan sudah menjadi tanggungjawabku bahkan tanggungjawab kita” jelasku dengan tegas
“Tapi jangan lupa kita juga punya kewajiban mengatur waktu, karena urusan sekolah itu juga sama pentingnya” balasnya
“Baiklah, sekarang bantu aku menyelesaikan tugas ini” Kataku
“Nahkan.. kan ujung ujungnya nyerah” ejeknya
“ayolah Dian” mohonku dengan wajah memelas
Dian memang sangat pandai, biasanya dialah yang membantuku ketika aku belum menyelesaikan tugas dan belum memahami materi.
Seusai sekolah aku segera pulang ke pondok, sinar matahari yang begitu terik membuat udara sekitarku serasa ikut memanas, sesampainya di kamar aku langsung mengganti baju dan bersiap siap melaksanakan sholat dhuhur, tak berselang lama Lasa datang dan memasuki kamar
“Assalamuaaliakum” Ucap Lasa
“Waalaikumsalam” Jawabnya
“Cepat sekali kamu pulang?” Tanya Lasa
“Siang ini jadwalku mengondisikan santri untuk sholat berjamaah” jawabku sambil menggantung seragam yang tadi kupakai
“Tapi mampir dulu ke kantin sebentar juga tidak akan membuatmu setelat itu” tanyanya dengan nada mengejek
“Setidaknya aku sedang berusaha tepat waktu” jawabku tidak mau kalah
“sudah sudah... sekarang kita makan aja ini aku beli makanan banyak loh” tawarnya
“Nanti aja aku mau wudhu dan sholat dulu” jawabku sambil tersenyum
“Terserahlah Panca kamu memang terlalu rajin” ejeknya lagi
“Terserah juga bagaimana pendapatmu tentangku” jawabku sambil tersenyum dan beranjak pergi
“Tidak tidak aku hanya bercanda jangan terlalu diambil hati” jelasnya
“Aku mau sholat dulu Assalamualaikum!” kataku lalu pergi
“Waalaikumsalam”
Seusai sholat aku menuju kamar untuk makan siang tak sengaja aku mendengar beberapa orang yang sedang menggunjingku
“Aku nggak suka sama kak Panca” ucap salah satu dari mereka
“kenapa? Dia baik kok” jawab temannya
“Alah Cuma sok baik aja, biar dipuji sama orang orang” hujatnya lagi
“Masa’ sih tapi dia ramah”
“Ih sombong tau, paling kalo baik cuma mau cari muka aja”
Orang orang itu berjalan di depanku dan mereka pun tak menyadari bahwa aku berjalan di belakang mereka, mendengar gunjingan mereka aku hanya tersenyum paksa, dalam hati aku bergumam aku harus bagaimana marahpun tidak ada gunanya, toh aku juga belum baik, aku mempercepat langkahku menuju kamar
“Assalamualaikum” Ucapku
“Waalaikumsalam, eh Panca ini makan siangmu” kata Ersa sambil menaruh piring diatas lemariku
“Makasih ya Ersa “ jawabku dengan nada kurang bersemangat
“Kamu kenapa Panca Kok kelihatan sedih gitu?”
“tidak papa, Cuma aku kepikiran sama orang orang yang membicarakanku tadi” jawabku
“siapa?” tanyanya
“beberapa adik kelas, aku kurang mengenal mereka, sudahlah tidak penting” jawabku tidak perduli
“kamu kan pengurus sebaiknya kamu panggil saja dan beri mereka hukuman”
“tidak bisa begitu Ersa, meskipun aku seorang pengurus, aku tidak bisa memaksa semua orang untuk tidak membenciku”
“tapi dengan menggunjingmu seperti itu, menandakan perilakunya kurang sopan, lain kali kamu harus menegurnya”
“iya Ersa, toh aku melakukan semua kebaikan itu ikhlas dan tidak mengharap imbalan atau pujian dari siapapun jika ada yang tetap mencelaku aku berusaha untuk tidak memperdulikannya, jika celaan dari mereka adalah kesalahanku aku dengan lapang dada sebagai evaluasi untuk diriku”
“oke, setelah ini kamu harus bersemangat lagi dan melanjutkan tugas tugasmu dengan baik”
“iya Ersa, makasih sudah mengingatkanku”
Sudahlah bagiku hal ini tidak perlu dipermasalahkan, lagi pula ini bukanlah pertama kalinya ada orang yang menggunjingku.
Seusai makan aku langsung mengondisikan santri untuk tidur siang.
Sore ini jadwalku untuk istirahat, karena tugas tugasku telah kukerjakan siang tadi sekarang aku ingin istirahat sambil membaca buku yang kemarin kupinjam dari perpustakaan, tiba tiba Ria datang dan meminta bantuan kepadaku.
“Assalamualaikum” ucap Ria sambil mengetuk pintu
“Waalaikumsalam” Jawabku lalu menyuruhnya masuk
“Panca.. Apa kamu sedang sibuk?” tanyanya lalu duduk disampingku
“tidak memangnya kenapa?”
“sore ini jadwalku memimpin kelas Bahasa Arab, tapi aku belum paham dengan materinya, kamu bisa ngajarin aku nggak?”
“oh gitu.. coba liat materinya bab apa?” kataku lalu melihat kitab yang diberikan Ria
“Ini lho materi tentang pembagian kata kerja, sepertinya kamu paham”
“Oh jadi gini Ria kerja dalam bahasa arab disini dibagi menjadi tiga, yang pertama fi’il madhli atau kata kerja yang menunjukkan waktu lampau, yang kedua fi’il mudhlori’ atau kata kerja yang menunjukkan waktu sekarang atau yang akan datang dan yang ketiga fi’il amr atau kata perintah” jelasku sambil menunjuk contoh penjelasan tersebut dalam kitab
“makasih ya Panca, sekarang aku jadi paham”
“Iya sama sama aku juga seneng kalau kamu paham”
“Kok gitu? Ya jadikan kamu nggak bikin aku repot repot jelasin panjang lebar lagi” kataku dengan nada mengejek
“Iya deh maaf aku jadi ngganggu waktu istirahatmu”
“haha enggak kok, aku Cuma bercanda jangan diambil hati ya”
“iya iya aku paham kok, tapi makasih banget udah ngajarin aku”
“udah udah, lebih baik sekarang kamu segera persiapan, daripada nanti terlambat”
“ya udah aku pergi dulu yha, assalamualaikum” ucapnya seraya meninggalkaku
Aku kembali membaca buku yang tadi kugenggam, setelah waktu menunjukkan pukul 17.00 aku pergi mandi, selepas mandi aku makan bersama teman seperti Dian, Lasa, Ersa, Ria dan Anfa
“Nggak kerasa ya hari ini udah hari raya idul adha lagi” kata Anfa setelah menelan makanannya
“Iya, idul adha ini juga jadi idul adha terakhir kita di pondok, nggak kerasa sebentar lagi kita lulus” jawabku sambil mengambil botol air
“Padahal seperti baru aja kemarin kita perkenalan ternyata udah enam tahun kita bareng bareng di sini” kata Ersa menanggapi
“Inget nggak dulu pas pertama idul adha kita disini, pas masih kelas 7 SMP kita nangis bareng gara gara kangen sama keluarga kita, terus kakak kakak pengurus ngajak kita main keluar biar nggak sedih lagi, eh sekarang kita udah jadi pengurus aja” sambung Anfa sambil tertawa mengingat kejadian beberapa tahun silam
“Kalo aku sih waktu itu nggak nangis gara gara kangen keluarga” Celetuk Ria
“Terus kenapa?” tanyaku
“Karena aku nggak dapet antrian mandi soalnya pas itu aku nggak berani antri sama yang lain, belum kenal”
“Dulu aku banget benci sama kakak pengurus, bicarain kejelekan mereka eh ternyata susah juga ya jadi mereka, aku jadi ngerasa bersalah banget” kata Anfa
“iya, aku pikir jadi pengurus enak ternyata enggak seenak itu, berat banget rasanya, bahkan aku sering mikir buat apa sih aku ngejalanin tugas kayak gini?” Kata Dian
“capek tau, banyak masalah, banyak tugas” kata Ersa
“eh gak boleh gitu, kalo jadi pengurus harus ikhlas” Jawabku
“gimana mau ikhlas kalo tiap hari kena marah terus, padahal yang bikin kesalahan adik kelas tapi yang dimarahin kita” Kata Ersa dengan nada yang sedikit keras
“itu buat ngelatih kita jadi bertanggungjawab, kalo nggak gitu waktu ada adik kelas yang ngelanggar peraturan pasti kamu bakal cuek cuek aja, dan nggak akan negur mereka” jelasku
“sebenarnya buat apa sih kita kayak gini?” tanya Ersa masih kesal
“kok buat apasih? ya semua ini kan pendidikan buat kita, kita jadi tau gimana rasanya dipimpin dan memimpin, kita jadi pinter mengatur waktu, kita dilatih jadi orang yang bertanggung jawab, dan masih banyak lagi hikmahnya kita jadi pengurus disini, hanya saja mungkin kamu belum ngerasain manfaatnya, makanya kalo ngejalanin tugas itu yang ikhlas biar nggak berat” kata Ria menjelaskan
“Terus kalo aku udah jadi orang yang disiplin dan bertanggungjawab, apa itu akan menjamin masa depanku baik?” tanya Ersa dengan nada yang belum puas dengan jawaban dari Ria
“Hus.. Ersa nggak baik bicara tentang kayak gitu” Tegur Anfa
“kan aku nanya, biar aku tau apa gunanya semua ini” Balas Ersa
“Kayaknya kamu lagi ada masalah deh makanya kayak gini” Selidikku
“Enggak kok biasa aja, aku cuma lagi jenuh ngerjain tugas pondok ini” Belanya
“Ersa jenuh itu wajar, namanya juga manusia biasa, aku pun juga sering ngerasa kayak gitu, tapi kita harus yakin kalau yang kita kerjain ini banyak manfaatnya, kan udah disampaikan sama kakak pengurus tahun lalu, kalo ngerjain tugas itu memang harus ikhlas dan tidak boleh menggerutu kayak gini” Jelas Dian
“kamu tau kan apa lima dasar kita di pondok ini?” Tanyaku
“Tau” jawab Ersa masih malas menanggapi
“Sepertinya kamu hanya tau bunyinya, tidak dengan maknanya,biar kujelaskan padamu, yang pertama itu pengabdian, mengutamakan orang lain, menempatkan kepentingan pondok terlebih dahulu dari kita dan harus siap jika diberi amanah, yang kedua keikhlasan, berarti menjalani tugas tanpa paksaan, walaupun sulit tapi harus dilatih dari sekarang, kalo dicaci orang jangan putus asa dan kalau dipuji orang jangan berbangga, yang ketiga persatuan, kita harus kompak dan menghargai perbedaan satu sama lain, yang keempat kemandirian, kita harus berani menyelesaikan masalah kita nggak lari kalau dapat masalah, berani tanggungjawab kalau berbuat salah, dan yang kelima kemanfaatan, ini yang paling penting kita harus jadi orang yang bermanfaat buat yang lain inilah tujuan kita hidup yang sebenarnya, sebaik baiknya orang adalah yang bermanfaat untuk orang lain” jelasku dengan perlahan
Ersa masih diam, sepertinya dia masih tenggelam dalam renungannya, seperti yang kuduga dia memang sedang ada masalah
“Ersa, Hakekat hidup adalah pengendalian diri, kamu harus paham apa makna itu”
0 Komentar