Tahlil adalah
merupakan tradisi umat Islam ( Jawa ) mengadakan acara tahlilan pada
waktu ada salah satu keluarga yang meninggal dunia. Tradisi ini sudah
berjalan ratusan tahun yang lalu, dan turun temurun sampai sekarang.
Bahkan kalau diamati, bukan saja ketika ada kematian acara ini
diadakan, namun dalam acara-acara penting semisal hajatan juga
mengadakan acara tahlilan dengan istilah “ Kirim Do’a” kepada para
leluhur yang telah meninggal dunia.
Bagi orang yang kurang paham
dalam berbahasa, istilah Kirim Do’a sering mengundang pertanyaan ‘
Apakah do’a dapat dikirimkan kepada orang mati ?. Dari pertanyaan itu
acara kirim do’a dipermasalahkan, sehingga ada anggapan bahwa acara
Tahlilan ( Kirim Do’a) tidak didasarkan pada ajaran Islam, dan tidak
boleh diamalkan.
Sebenarnya istilah kirim do’a itu merupakan
iejaz ( meringkas kata ). Artinya Kirim pahala bacaan(semisal tahlil )
kepada orang yang telah meninggal dunia dan ber do’a.
Jadi
istilah Kirim Do’a itu sama dengan istilah “Haji adalah Arofah” dan “
Taubat adalah Penyesalan”, yang mana apabila dipahami secara harfiah
mempunyai pengertian bahwa ibadah haji cukup dengan wuquf di ‘Arofah
saja, dan taubat cukuplah hanya dengan rasa menyesal. Padahal tidaklah
demikian adanya.
Nampaknya mempermasalahkan tahlilan dan kirim do’a terus bergulir setiap saat dan waktu hingga sekarang. Mestinya
satu tradisi yang sudah ratusan tahun keberadaannya, sudah tidak perlu
lagi untuk dipermasalahkan. Maksudnya apabila acara tersebut sudah
jelas dasarnya, tidak perlu dipertanyakan lagi boleh atau tidak untuk
mengamalkannya. Kenyataan ini menimbulkan pertanyaan, “Apakah para
pengamal tahlilan tidak pernah menjelaskan dasar-dasar agamanya” kepada
orang yang selalu mempermasalahkan tahlilan dan kirim do’a, atau ada
nuansa politik, misalnya untuk membedakan antara organisasi yang suka
mengadakan acara tahlilan dan organisasi yang tidak suka mengadakannya.
Tulisan
saya ini dimaksudkan untuk memperjelas dasar-dasar tahlilan dan kirim do’a, apabila orang yang mempermasalahkannya benar-benar tidak tahu
dikarenakan para pengamal tahlilan tidak pernah menjelaskan dasar-dasar tahlilan secara jelas. Harapan saya , tulisan ini menghentikan
mempermasalahkan tahlilan dan kirim do’a kepada orang yang suka
mempermasalahkannya. Harapan saya akan terwujud apabila permasalahan ini
tidak bernuansa politik.
I. Tahlilan.
1. Pengertian.
Kata
Tahlilan ( تَهْلِيْلاُ ) itu berasal dari kata Hallala ( هَلَّلَ )
yang punya arti membaca لاَاِلٰهَ إِلاَّ اللهُ [2]. Dengan demikian
Tahlilan dapat dita’rifkan dengan “ Suatu acara yang di dalamnya ada
dibacakan kalimat Lailaha Illalloh”.
Sebelum pembacaan kalimat
Lailaha Illalloh, biasanya dibacakan terlebih dahulu Surat Al-fatihah;
Surat Al-Ikhlas;Surat Al-Falaq; Surat An-Nas; Awal surat Al-Baqoroh;
Ayat Kursi; Akhir Surat Al-Baqoroh; Istighfar; Sholawat Nabi; Hauqolah.
Kemudian sesudah bacaan Lailaha Illalloh, dibacakan do’a.
2. Dasar-dasar Bacaan Tahlilan.
a. Surat Al-Fatihah.
وَقَالَ النَّبِيًّ صّلَّى اللهً عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَاتِحَةً الْكِتَابِ وَأٰيَةُ الْكًرْسِيِّ لاَيَقْرَأًهًمَا
عًبْدٌ فِيْ دَارٍ فَتُصِيْبَهًمْ فِيْ ذٰلِكَ الْيَوْمِ عَيْنً إِنْسٍ أَوْ جِنٍّ .رواه الديلمي عن
عمران بن حصين رضي الله عنه.
Dan
Nabi Muhammad SAW bersabda : Surat Fatihahnya Kitab(Al-Qur’an ) dan
Ayat kursi tidak membaca keduanya seorang hamba di dalam rumah, maka
mereka pada hari itu terkena penyakit ‘ain manusia atau jin. (HR Dailamy
dari ‘Imron bin Hushain RA.[3] ).
b. Surat Al-Ikhlas.
قَالَ النَّبِيًّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ قَرَأَ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ حِيْنَ يَدْحُلُ مَنْزِلَهُ
نَفَتِ الْفَقْرَ عَنْ أَهْلِ ذٰٰلِكَ الْمَنْزِلِ وَالْجِيْرَانِ . زواه الطبراني عن جريررضي
الله عنه
Nabi Muhammad SAW bersabda : Barang siapa yang membaca Su
rat Qulhuwallohu Ahad pada waktu masuk ke rumahnya, maka ia menghilangkan kefakiran dari ahli rumah itu dan para tetangga.
(HR.Thobrony dari Jarier RA [4] )
c. Surat Al-falaq dan An-Nas.
وَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَاعُقْبَةُ ! أَلاَ أُعَلِّمُكَ خَيْرَ سُوْرَتَيْنِ قُرِأَتَا.
قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ , وَقُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ . يَا عُقْبَةُ إِقْرَأْهُمَا كُلَّمَا نِمْتَ
وَقُمْتَ. مَاسَأَلَ سَائِلٌ وَلاَاسْتَعَاذَ مُسْتَعِيْذٌ بِمِثْلِهِمَا . رواه أحمد والنسآئي
والحاكم عن عقبة رضي الله عنه
Nabi
Muhammad SAW bersabda : Hai ‘Uqbah ! Adakah aku tidak mengajarkan
kepadamu sebaik-baik dua surat yang dibaca.Yaitu surat Qul A’udzu
birobbil falaqi, dan surat Qul A’udzu birobbin-nasi. Hai ‘Uqbah! Bacalah
kedua surat itu ketika kamu hendak tidur dan bangun. Tak ada orang
yang meminta dan mohon perlindungan ( yang sebanding) dengan semisal
kedua surat itu.
( HR.Ahmad,Nasaie, dan Hakim.Dari ‘Uqbah RA[5])
d. Awal Surat Albaqoroh, Ayat Kursi, dan Akhir Surat Al-baqoroh.
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ : إِنَّ لِكُلِّ شَيْئٍ سَنَامًا وَإِنَّ سَنَامَ الْقُرْآنِ الْبَقَرَةُ
مَنْ قَرَأَهَا فِيْ بَيْتِهِ لَيْلاً لَمْ يَدْخُلْهُ شَيْطَانٌ ثَلاَثَ لَيَالٍ وَمَنْ قَرَأَهَا فِيْ بَيْتِهِ نَهَاراً
لَمْ يَدْخُلْهُ شَيْطَانٌ ثَلاَثَةَ أَيَامٍ. رواه ابن حبان والطبراني والبيهقي عن سهل بن
سعد رصي الله.
Nabi
Muhammad SAW bersabda: Sesungguhnya setiap sesuatu itu ada kumbul (
Jawa: Punuk) nya.Dan sesungguhnya yang sebagai kumbul Al-Qur’an adalah
surat al-baqoroh.Barang siapa yang membacanya di rumah pada malam hari,
maka syaitan tidak memasuki rumah itu selama tiga malam. Dan barang
siapa yang mermbacanya di rumah pada siang hari, maka syaitan tidak
memasuki rumah itu selama tiga hari. ( HR.Ibnu Hibban, Thobrony, dan
Baihaqy. Dari Sahl bin Sa’ad RA[6] )
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ فِيْهَا أٰيَةُ سَيِّدَةُ آيِ الْقُرْآنِ لاَ
تُقْرَأُ فِيْ بَيْتٍ فِيْهِ شَيْطَانٌ إِلاَّ خَرَجَ مِنْهُ : آيَةُ الْكُرْسِيِّ . رواه الحاكم والبيهقي
عن أبي هريرة رضي الله عنه.
Nabi
Muhammad SAW bersabda : Surat Al-baqoroh di dalamnya ada ayat yang
menjadi penghulu ayat-ayat Al-qur’an. Ayat itu tidak dibaca dalam rumah
yang di dalamnya ada syetan, kecuali syaitan keluar dari rumah itu.
Yaitu : Ayat kursi. ( HR.Hakim dan Baihaqi. Dari Abu Hurairoh RA [7] )
وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ألأْٰيَتَانِ مِنْ آخِرِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ مَنْ قَرَأَهُمَا
فِيْ لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ. رواه أحمد والبخاري ومسلم وابن ماجه عن ابن مسعود رضي
الله عنه.
Nabi
Muhammad SAW bersabda: Dua ayat dari akhir surat Al-baqoroh, barang
siapa yang membaca keduanya pada malam hari, maka keduanya mencukupi
orang itu. ( HR.Ahmad, Al-Bukhory, muslim, dan Ibnu Majah. Dari Ibnu
Mas’ud RA[8] ).
عَنْ إِبْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ : مَنْ قَرَأَ أَرْبَعَ أٰيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ وَآيَةِ الْكُرْسِيِّ
وَأٰيَتَانِ بَعْدَ آيَةِ الْكُرْسِيِّ وَتَلاَثًا مِنْ أٰخِرِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ لَمْ يَقْرُبْهُ وَلاَأَهْلَهُ شَيْطَانٌ
وَلاَيُقْرَآنِ عَلَى مَجْنُوْنٍ أِلاَّ أَفَاقَ.
Dari
Ibnu Mas’ud berkata : Barang siapa yang membaca empat ayat dari awal
surat Al-baqoroh, ayat kursi, dua ayat sesudah ayat kursi, dan tiga ayat
dari akhir surat Al-baqoroh, maka syaitan tidak akan mendekatinya dan
keluarganya. Dan keduanya tidak dibacakan pada orang gila, kecuali ia
menjadi sadar.
e. Istighfar.
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ لَزِمَ اْلأِسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا
وَمِنْ كُلِّ ضَيْقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَيَحْتَسِبُ.رواه أبوداوود والنسآئي
وابن ماجه والحاكم.
Nabi
Muhammad SAW bersabda: Barang siapa yang selalu beristighfar, maka
Alloh akan menjadikan kegembiraan baginya dari segala kesusahan , dan
menjadikan baginya tempat keluar dari segala kesempitan, dan memberikan
rizki kepadanya dari tempat yang ia tidak pernah menduganya. ( HR.Abu
Daud, Nasa’i, Ibnu majah, dan Hakim [10] .
f.. Sholawat Nabi.
وَقَالَ النَّبِّيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ أَوْلَى النّاسِ بِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ
عَلَيَّ صَلاَةً . رواه النسآئي وابن حبان عن إبن مسعود رضي الله عنه
Nabi
Muhammad SAW bersabda: Sesungguhnya manusia yang paling utama bagiku
besok di hari kiamat adalah orang yang paling banyak membaca sholawat
kepadaku. ( HR.Nasa’i, dan Ibnu Hiban.Dari Ibnu Mas’ud RA[11]
g. Hauqolah.
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى كَلْمَةٍ مِنْ تَحْتِ الْعَرْشِ مِنْ
كَنْزِ الْجَنَّةِ . تَقُوْلُ لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. فَيَقُوْلُ اللهُ: أَسْلَمَ عَبْدِيْ وَاسْتَسْلَمَ.
رواه الحاكم عن أبي هريرة رضي الله عنه
Nabi
Muhammad SAW bersabda: Adakah aku tidak tunjukkan kepadamu kalimat
dari bawah ‘Arsy, dari gedung sorga ?. Yaitu kamu mengucapkan “ Laa
haula walaa quwwata illa billahi “. Maka Alloh berfirman : Telah
berpasrah diri hambaKu, dan berusaha berpasrah diri ia. (HR.Hakim.Dari
Abu Hurairoh RA[12] ).
h. Bacaan Lailaaha illalloh.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قِالَ . قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ :
جَدِّدُوا إِيْمَانَكُمْ .قِيْلَ يَارَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ نُجَدِّدُ إِيْمَانَنَا ؟ قَالَ : أَكْثِرُوا مِنْ قَوْلِ
لاَإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ رواه أحمد والطبراني.
Dari
Abu Hurairoh RA.Sesungguhnya ia berkata: Rosululloh SAW bersabda:
Pebaharuilah iman kamu sekalian. Dikatakan (kepadanya): Ya Rosululloh,
bagaimana cara kami memperbaharui iman kami ?. Rosululloh SAW bersabda:
Perbanyaklah dari ucapan Laa ilaaha illalloh. (HR.Ahmad dan Thobrony
[13])
i. Do’a.
وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أُدْعُوااللهَ وَأَنْتُمْ تُوْقِنُوْنَ بِاْلأِجَابَةِ وَاعْلَمُوا
أَنَّ اللهَ لاَيَسْتَجِيْبُ مِنْ قَلْبِ غَافِلٍ لاَهٍ. رواه الترمذي والحاكم عن أبي هريرة
رضي الله عنه
Nabi
Muhammad SAW bersabda: Berdo’alah kamu kepada Alloh seraya kamu
meyakini dikabulkannya. Dan ketahuilah, bahwa Alloh tidak akan
mengabulkan do’a dari hati orang yang lupa dan lelahan. (HR.Turmudzy dan
Hakim.Dari Abu hurairoh RA [14]).
Perlu dijelaskan bahwa
hadist-hadist yang berkaitan dengan Fadloilus Suwar (
Keutaman Surat Al-Qur’an) itu sebagian ada yang termasuk hadist shohih,
sebagian ada yang termasuk hadist hasan, dan sebagian pula ada yang
termasuk hadist dlo’if ( lemah) yang tidak sampai pada tingkatan
maudlu’[15]
Menurut Ulama Ahli hadist, bahwa hadist dlo’if itu
boleh diamalkan dengan syarat, Pertama, dalam mas’alah fadlo’il
(keutamaan).Kedua, hadist itu tidak terlalu kedlo’ifannya.Ketiga
termasuk dalam cakupan hadist shohih yang sebagai dasar secara
umum.Keempat,dalam rangka kehati-hati an(ikhtiyati) [16] . Dan ini
adalah merupakan kesepakatan Ahli Hadist [17]
3. Menghitung Bacaan Dengan Sibkhah (Biji Tasbih).
Kadangkala Imam Tahlil menggunakan biji tasbih untuk menghitung baca
annya.
Hal ini didasarkan pada hadist dari Sa’ad bin Abi Waqosh ra. Bahwa
dia dan Rosululloh SAW masuk pada seorang perempuan yang di depannya ada
biji kurma atau kerikil yang dipergunakan untuk menghitung bacaan
tasbih. Dan didasarkan pula pada hadist Shofiah yang mengatakan : Bahwa
Rosulululloh SAW pernah masuk pada saya, dan di depan saya ada empat
ribu biji kurma yang saya pergunakan untuk mrnghitung bacaan tasbih.
Kedua hadist ini dikeluarkan oleh At-Turmudzi. Dan kedua hadist ini
menunjukkan diperbolehkannya menggunakan biji kurma atau kerikil untuk
menghitung bacaan tasbih, demikian halnya dengan sibkhah (biji tasbih)
dikarenakan tidak ada yang membedakan terhadap taqrier ( penetapan) Nabi
Muhammad SAW.[18]
4. Susunan Bacaan Tahlilan.
Ada
banyak susunan bacaan tahlilan yang dapat kita temukan. Semua itu
tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, dan tidak ditemukan pada
waktu beliau masih hidup. Oleh sebab itu, penyusunan bacaan tahlilan
termasuk perbuatan bid’ah.
Bid’ah itu mempunyai dua makna.Makna syar’i dan makan lughowie -(Bahasa).
Bid’ah
syar’i ialah: Perbuatan yang diada-adakan dan bertentangan dengan
Syari’ dan dalil-dalinya yang umum dan khusus. Bid’ah inilah yang supaya
dihindari , yang dijelaskan dalam hadist Nabi “ Kullu bi’atin
Dlolalalatun”, semua bid’ah adalah sesat.
Adapun bid’ah lughowie
adalah: Perbuatan yang diada-adakan tanpa ada contoh lebih dahulu.
Pengertian inilah yang sebagai penafsiran bahwa bid’ah ada yang dianggap
baik.
Ada diriwayatkan bahwa Al-Imam Asyafi’i berkata: Bid’ah
itu ada dua ma cam: 1. Bid’ah Mahmudah ( terpuji). 2. Bid’ah Madzmumah
(tercela).
Semua tindakan bid’ah yang sesuai dengan Sunnah adalah
termasuk bid’ah yang terpuji ( mahmudah ). Dan semua tindakan bid’ah
yang bertentangan dengan sunnah adalah bid’ah tercela ( madzmumah ).[19]
Hal
ini sama dengan apa yang dikatakan oleh Al-Imam Al-Ghozali, bahwa
tidaklah semua yang diada-adakan setelah Rosululloh SAW itu dicegah.
Balik yang dicegah adalah did’ah yang bertentangan dengan sunnah.
Al-hafidz
Ibnu Hajar Al-‘Asqolany sebagai Ulama ahli hadist dalam Fathul Bari’
Syarh Al-Bukhori menjelaskan : Sesungguhnya bid’ah itu apabila tercakup
dalam dasar( asal) yang dianggap baik secara syar’i itu termasuk
bid’ah hasanah. Dan apabila ada dalam cakupan asal yang jelek secara
syar’i,maka termasuk bid’ah yang dianggap jelek ( mustaqbahah). Apabila
tidak demikian, maka termasuk bid’ah Mubahah ( yang diperboleh
kan).Bahkan kadangkala bid’ah itu dapat masuk dalam cakupan hukum yang
lima.[20]
Dengan demikin, penyusunan bacaan tahlilan termasuk
dalam katagori bid’ah hasanah mahmudah, yaitu perbuatan yang
diada-adakan, yang baik dan terpuji. Karena penyusunan bacaan tahlil
itu merupakan methoda atau cara mengamalkan sunnah dengan teratur dan
tertib.
5. Tahlilan Sebagai Majlis Dzikir.
Karena semua bacaan-bacaan Tahlilan didasarkan pada Sunah Nabi seba-
bagaimana
telah dijelaskan(2.1.) , maka Acara Tahlilan merupakan salah satu
Majlis Dzikir yang dimaksud dalam hadist riwayat Al-Baihaqie sebagai
berikut :
فَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
مَامِنْ قَوْمٍ إِجْتَمَعُوْا يَذْكُرُوْنَ اللهَ إِلاَّ نَادَهُمْ مُنأدٍ
:
قُوْمُوا مَغْفُوْراً لَكُمْ , قَدْ بُدِّلَتْ سَيِّآتُكُمْ حَسَنَاتٍ.
Rosululloh SAW bersabda: Tidaklah sekelompok kaum berkumpul sambil
mengingat kepada Alloh (berdzikir), kecuali ada yang mengundang mereka :
Bangkitlah kamu sekalian dengan mendapat ampunan.Sungguh kejahatan ka-
kamu semua telah diganti dengan kebaikan. [21]
6. Menggelengkan Kepala Waktu Membaca Lailaha Illalloh.
Kita
sering melihat orang yang menggelengkan kepala pada waktu berdzikir (
membaca kalimat Lilaaha Illalloh ), bahkan mungkin menggerakkan sekujur
tubuh, dari atas kepala sampai ujung jari kedua telapak kakinya. Hal
itu dimaksudkan supaya dapat kosentrasi dalam mengingat kepada Alloh
SWT [22].
Cara berdzikir seperti ini sebenarnya tidak pernah
ditemukan dalam Sunah Nabi[23], oleh sebab itu menggelengkan kepala
termasuk bid’ah hasanah mahmudah yang boleh dilakukan sebagaimana
susunan bacaan dalam tahlilan. Namun demikian apabila menggelengkan
kepala ( menggerakkan badan) justru mengganggu kosentrasi , sebaiknya
tidak dilakukan, sebagaimana orang yang berdzikir dengan hati saja.[24]
7. Hidangan Dalam Acara Tahlilan
Sebenarnya makan hidangan dalam Acara Tahlilan tidak berbeda dengan hidangan dalam acara lainnya. Artinya boleh-boleh saja.
Tetapi
apabila tahlilan itu dalam rangkaian acara kematian ( kirim do’a)
mas’alahnya jadi lain. Sebab kumpul sambil makan-makan di rumah orang
yang baru saja kesripahan, diperdebadkan kebolehannya. Dan mas’alah
inilah yang sering muncul di tengah-tengah masyarakat.
Apabila
melihat hadistnya Jerir ra yang dikeluarkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah
[25] maka tidak boleh menghidangkan makanan setelah pemakaman. Karena
hidangan itu mestinya untuk suasana yang menggembirakan, sedangkan dalam
kematian suasananya adalah menyusahkan.
Tetapi apabila melihat
hadistnya ‘Ashim bin Kulaib ra yang diriwayatkan oleh Abu Daud [26] dan
Baihaqy, maka makan hidangan dalam kematian diperbolehkan, sebab
Rosululloh SAW dan para sahabat pernah makan di rumah ahli mayit setelah
pemakanan.[27]
Kedua hadist tersebut dinamakan ta’arudl (pertentangan). Untuk mengamalkannya digunakan koidah :
إِذَا تَعَارَ ضَ اْلأِثْبَاتُ وَالنَّقْيُ ْ قُدِّمَ الْمُثْبِتُ
Apabila
terjadi pertentangan antara penetapan( istbat) dan meniadakan
(nafi’).Maka yang didahulukan adalah dalil yang menetapkan (mustbit).
Hadistnya
Jarir ra tidak memperbolehkan makan hidangan dalam kematian, sedangkan
hadistnya ‘Ashim bin Kulaib ra menetapkan boleh makan hidangan dalam
kematian. Maka yang didahulukan adalah hadistnya ‘Ashim bin Kulaib ra.
II. Sampainya Pahala Bacaan Kepada Orang Mati.
Mas’alah
sampainya pahala bacaan yang dikirimkan oleh Pembaca kepada orang yang
telah mati diperdebadkan oleh para Ulama[28]. Namun mayoritas
berpendapat bahwa pahala bacaan dapat sampai kepada orang yang telah
mati. Pendapat ini didasarkan pada beberapa hadist Nabi, antara lain :
Pertama,Hadist
yang dikeluarkan oleh Abu Muhammad As-Samarqondy, dalam menjelaskan
keutamaan qulhuwallohu ahad, dari ‘Ali dan dimarfu’kan( kepada Nabi
Muhammad SAW) :
مَنْ مَرَّ عَلَى الْمَقَابِرِ وَقَرَأَ " قُلْ
هُوَ اللهُ أَحَدٌ " إِحْدَى عَشَرَةَ مَرَّةً ثَمَّ وَهَبَ أَجْرَهَا
لْلأَمْوَاتِ أُعْطِيَ مِنَ
اْلأَجْْرِ بِعَدَدِ اْلأَمْوَاتِ.
“
Barang siapa yang melewati pekuburan dan membaca ‘Qulhuwallohu Ahad’
sebelas kali, kemudian ia memberikan pahalanya kepada orang-orang yang
mati, maka ia mendapat pahala sebanyak jumlah orang-orang yang telah
mati “.
Kedua, Hadist yang dikeluarkan oleh Abul Qosim Sa’ad bin ‘Ali Az-Zanjany dalam kitab Fawaidnya :
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ ثُمَّ قَرَأَ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ
وَقُلْ
هُوَ اللهُ أَحَدٌ وَأَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ ثُمَّ قَالَ إِنِّيْ
جَعَلْتُ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُ مِنْ كَلاَمِكَ ِلأَهْلِ الْمَقَابِرِ مِنَ
الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمَؤْمِنَاتِ . كَانُوْا شُفَعَآءَ لَهُ إِلَى اللهِ تَعَالَى.
“Bari
Abu Hurairoh berkata: Bersabdalah Rosululloh SAW: Barang siapa yang
masuk pekuburan kemudian membaca Surat Fatihatulkitab, Qulhuwallohu
ahad, dan Alhaa kumut takaastur, kemudian dia berkata: Sesungghnya saya
menjadikan pahala yang saya baca dari firmanMu kepada ahli kubur dari
orang-orang mu’min(laki dan perempuan), maka mereka akan menjadi
pembelanya(syufa’a) kepada Alloh ta’ala.”
Ketiga; Hadist yang dikeluarkan oleh shohib Al-khilal :
عَنْ
أَنَسٍ أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ فَقَرَأَ سُوْرَةَ يٰس خَفَّفَ اللهُ عَنْهُمْ
وَكَانَ لَهُ بِعَدَدِ مَنْ فِيْهَا حَسَنَاتُ.
“Dari
Anas, bahwa Rosululloh SAW bersabda: Barang siapa yang masuk
pekuburan,maka membaca surat Yasin, maka Alloh meringankan (siksaan)
dari mereka. dan baginya mendapatkan kebaikan sebanyak orang yang ada
dalam pekuburan”.
Dari sekian banyak pendapat tentang
sampainya pahala bacaan kepada orang yang telah mati, ada yang sangat
menarik . Yaitu pendapat Ibnu Taymiyyah dan Ibnu Jauzi. Karena kedua
tokoh ini tergolong orang yang sangat keras dalam memerangi khurofat dan
bid’ah.
Namun demikian, dalam mas’alah ini kedua tokoh tersebut
berpendapat, bahwa pahala bacaan itu dapat sampai kepada orang yang
telah mati(mayit).[29]Ini menunjukkan bahwa hadist-hadist yang sebagai
dasar bahwa pahala bacaan dapat sampai kepada orang mati dapat
dipertanggung jawabkan pengamalannya.
Dari uraian diatas
dapat ditarik kesimpulan :
1. Tahlilan ditinjau dari segi
bacaannya termasuk sunnah.
2. Tahlilan ditinjau dari segi
susunannnya termasuk bid’ah hasanah mahmudah yang dapat diamalkan,
bahkan sayogyanya diamalkan, karena susunan bacaan tahlilan merupakan
suatu cara mengamalkan sunnah dengan tertib.
3. Bahwa Acara
Tahlilan itu termasuk majlis dzikir yang utama.
4.Bahwa
menghitung bacaan tahlil dengan sibkhah ( biji tasbih) itu
diperbolehkan.
5. Dalam berdzikir boleh menggelengkan
kepala.
6. Boleh makan hidangan dalam kematian.
7. Bahwa
mengirimkan pahala bacaan(qiro’ah) itu diperbolehkan, karena pendapat
sebagian besar Ulama tentang sampainya pahala kepada orang mati
didasarkah pada Sunah Nabi.
Pada Hakekatnya tahlilan adalah sebuah ibadah sunah, dan memang itu ada dasarnya, jadi bagi saudara - saudara yang melaksanakan tahlilan silahkan untuk di teruskan, bagi yang tidak mengamalkan juga juga tidak ada dosa. Yang penting masalah ini jangan terlalu dibesar - besarkan. yang melaksakan tahlilan tidak usah mengolok - olok yang laen, pun demikian yang tidak mengamalkan tidak usah menyalahkan apalagi sampai mengkafirkan orang yang melaksanakan tahlilan.
Demikian yang dapat saya sampaikan. Mudah-mudahan bermanfaat. Amien.
0 Komentar